Robert Draws – Mengenal Djoko Pekik, seniman Indonesia yang meninggal pada usia 86 tahun, meninggalkan jejak penting dalam dunia seni rupa Indonesia. Di balik karya terkenalnya, “Berburu Celeng”, Djoko Pekik dikenal sebagai seorang seniman yang tidak hanya berbicara lewat kanvas, tetapi juga melalui perjuangan hidupnya yang penuh tantangan. Karyanya, yang penuh makna dan simbolisme, menggambarkan kecintaan terhadap seni serta keteguhan hati dalam menanggapi keadaan sosial dan politik yang terjadi pada masa-masa sulit.
Djoko Pekik lahir pada 2 Januari 1937 di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah. Meski menghadapi banyak kesulitan di masa muda, terutama dalam hal pendidikan, Djoko Pekik menunjukkan semangat juang yang tinggi. Ia tidak mudah menyerah dalam mengejar ilmu dan akhirnya berhasil menempuh pendidikan di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), yang kini menjadi cikal bakal Institut Seni Indonesia (ISI). Selama masa studinya yang berlangsung dari 1957 hingga 1962, Djoko Pekik mendapatkan bekal yang sangat berharga dalam dunia seni rupa, yang kemudian membentuknya menjadi seniman besar.
Setelah menempuh pendidikan formal, Djoko Pekik melanjutkan karir seninya dengan bergabung di Sanggar Bumi Tarung. Keberadaannya di sanggar tersebut membuat namanya semakin dikenal di dunia seni lukis. Beliau berhasil masuk dalam lima besar lukisan terbaik di Pameran Nasional LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) pada tahun 1964.
“Baca juga: Hilirisasi Ekonomi Biru: Solusi Baru untuk Pemberdayaan Masyarakat”
Namun, perjalanan hidup Djoko Pekik tidaklah mulus. Ketika Indonesia mengalami perubahan besar dalam kehidupan politiknya pada tahun 1965, Djoko Pekik harus menghadapi tantangan besar. Namanya dihubungkan dengan LEKRA, yang pada saat itu sering diasosiasikan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 8 November 1965, Djoko Pekik ditahan dan dipenjarakan hingga tahun 1972 karena hubungan tersebut.
Selama tujuh tahun penahanan, nama Djoko Pekik tenggelam, dan dunia seni seolah kehilangan salah satu pelukis terbaiknya. Namun, meskipun berada dalam penjara, semangat seni Djoko Pekik tidak padam. Ia terus melahirkan karya-karya yang mencerminkan keberaniannya dalam menyuarakan ketidakadilan dan pandangannya tentang realitas sosial-politik pada masa itu.
“Simak juga: Tecno Megapad 11 Hadir dengan Chip Helio G99, Tablet Canggih untuk Semua Kebutuhan!”
Setelah dibebaskan, Djoko Pekik kembali ke dunia seni rupa. Pada masa-masa awal kembalinya, ia menerima undangan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk merencanakan pameran lukisan. Dalam pameran tersebut, Djoko Pekik menampilkan lukisan berjudul “Susu Raja Celeng”, yang menggambarkan seekor babi dengan enam susunya. Lukisan ini membawa pesan kuat tentang kerakusan dan keserakahan, yang menjadi simbolisasi bagi perilaku manusia dan kekuasaan.
Sejak itu, Djoko Pekik terus mengembangkan tema dan ide seputar celeng, yang menjadi ikon penting dalam karya-karyanya. Salah satu karya terkenalnya, “Berburu Celeng”, dipamerkan pada tahun 1998 dan menjadi titik balik dalam kariernya. Lukisan tersebut sukses menarik perhatian kolektor dan dijual seharga Rp1 miliar pada tahun 1999. Karya ini juga dipandang sebagai simbol dari peristiwa politik penting yang terjadi di Indonesia saat itu, yakni lengsernya Presiden Soeharto pada 1998.
Pameran terakhir Djoko Pekik digelar pada tahun 2013 di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, dengan tema “Zaman Edan Kesurupan”. Dalam pameran tersebut, Djoko Pekik menampilkan 25 lukisan dan tiga patung yang diciptakan selama hampir lima dekade. Pameran tersebut bukan hanya mengungkap perjalanan hidup Djoko Pekik sebagai seniman, tetapi juga menggambarkan absurditas dan kritikan tajam terhadap kondisi sosial dan politik yang ada di Indonesia pada waktu itu.
Melalui karya-karya yang sarat dengan simbolisme dan penggambaran absurd, Djoko Pekik tidak hanya merespons realitas politik, tetapi juga menunjukkan kepekaan terhadap kondisi sosial yang sering kali terabaikan. Lukisannya menggugah perasaan dan pikiran, menjadikannya sebagai salah satu pelukis terkemuka di Indonesia.
Selain pameran terakhirnya, karya-karya Djoko Pekik terus menghiasi berbagai pameran seni rupa, termasuk ARTJOG 9 di Jogja National Museum pada 2016. Karyanya tetap relevan dan banyak dipelajari oleh generasi seniman dan penggemar seni di Indonesia.
Djoko Pekik, dengan segala perjuangannya, telah meninggalkan warisan yang tak ternilai dalam dunia seni rupa Indonesia. Melalui karyanya yang penuh makna dan kritik sosial, ia menjadi bagian dari sejarah seni Indonesia yang tak terlupakan.